Menjelajahi Tanah Perjanjian Allah (Bagian 2)

Teaching Legacy Letter
*First Published: 2016
*Last Updated: Desember 2025
11 min read
Menerima Pengampunan Allah
Dalam kata pengantar saya sebelumnya untuk tema seri ini, saya menguraikan tujuan keseluruhan dari "Menjelajahi Tanah Perjanjian Allah". Apakah tujuannya? Untuk mengenali dan menerapkan janji-janji agung dalam Alkitab di kehidupan kita. Dalam setiap bagian dari seri pengajaran ini, saya bermaksud untuk menunjukkan kepada Anda bagaimana menyelesaikan berbagai masalah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari dengan cara yang mudah diterapkan. Bagaimana caranya? Dengan menerapkan janji-janji spesifik dalam Firman Allah, mengaplikasikannya pada setiap rintangan tertentu yang kita hadapi dalam hidup.
Dalam pengajaran ini, permasalahan yang kita bahas adalah dosa. Tanpa perlu penjelasan teologis yang panjang lebar tentang dosa, saya hanya akan menyatakan apa yang sudah kita semua ketahui dengan baik. Dosa adalah dilema dasar manusia yang mempengaruhi kehidupan rohani setiap orang. Setiap hari, Anda dan saya dihadapkan dengan kenyataan bahwa kita telah berdosa. Lebih dari itu, kita semua bergumul dengan pertanyaan yang membingungkan: “Bagaimana saya bisa yakin bahwa Allah akan mengampuni saya?”
Kenyataan Dosa
Kita harus memulai diskusi ini dengan menghadapi kenyataan tentang dosa. Alkitab menyatakan dengan sangat jelas bahwa setiap orang telah berdosa—tidak ada seorang pun yang tidak berdosa. Pernyataan ini berlaku untuk semua orang dari segala ras, agama, dan latar belakang. Ini adalah salah satu sifat manusia yang kita semua punya—sebuah fakta yang dinyatakan dengan tegas oleh apa yang Firman Allah katakan tentang dosa.
Dalam kitab 1 Raja-Raja 8:46, Salomo berkata:
“...karena tidak ada manusia yang tidak berdosa...” (TB)
Demikian juga, dalam kitab Yesaya 53:6, sang nabi berkata:
“Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri...” (TB)
Perhatikan betapa tegasnya kata-kata “kita sekalian” dan “masing-masing kita”.
Kita sekalian sesat; masing-masing kita mengambil jalannya sendiri. Perhatikan juga apa yang merupakan inti dari kata sesat itu. Bukan berarti kita semua telah melakukan dosa besar seperti pembunuhan atau perzinahan. Namun, kita semua memiliki satu kelemahan yang sama: kita semua keras kepala, egois, dan tidak taat kepada Allah. Pada suatu titik dalam kehidupan, masing-masing kita telah membuat pilihan untuk meninggalkan jalan Allah dan mengikuti jalan kita sendiri.
Dalam Perjanjian Baru, Rasul Paulus menyatakan di kitab Roma 3:23:
“Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah...” (TB)
Sekali lagi, kita melihat bahwa inti dosa bukanlah semata-mata melakukan kejahatan yang mengerikan. Sebaliknya, dosa adalah kegagalan untuk memenuhi kemuliaan Allah. Betapa pentingnya bagi kita untuk memahami hakikat dosa! Inilah definisi saya: Dosa adalah kegagalan yang harus kita pertanggungjawabkan.
Dosa adalah menolak untuk hidup sesuai dengan tuntutan Allah—kegagalan untuk memenuhi tujuan Allah dalam menciptakan kita. Apakah tujuan Allah? Agar kita hidup bagi kemuliaan-Nya—suatu hak istimewa yang tak terkatakan! Tujuan utama kita adalah untuk membawa kemuliaan bagi Pencipta kita. Ketika kita berbuat berdosa, kita merampas kemuliaan Allah. Dengan cara apa? Dengan tidak memenuhi tujuan mengapa kita diciptakan.
Apakah definisi itu dapat Anda pahami? Dosa adalah kegagalan untuk menjalankan fungsi mengapa Allah menciptakan kita. Untuk kegagalan itu, kitalah yang harus bertanggung jawab. Kita tidak bisa membela diri dengan mengatakan bahwa kita tidak berdaya. Kita bertanggung jawab atas dosa kita.
Akibat Dosa
Setelah kita mengerti kenyataan tentang dosa dan tanggung jawab kita atasnya, mari kita memperdalam topik ini dengan menelaah prognosa dari dosa.
Prognosa tentu saja adalah sebuah istilah medis. Ketika seseorang menderita suatu penyakit, dokter harus terlebih dahulu mendiagnosisnya—mengidentifikasi keberadaan suatu penyakit dalam tubuh seseorang. Setelah berhasil diidentifikasi, dokter dapat memprediksi perkembangan penyakit tersebut, serta akibatnya. Itulah yang disebut sebagai prognosa. Dalam Alkitab, prognosa dosa—dampak akhir dari keberadaannya dalam hidup kita—sangat lah jelas. Dalam kitab Roma 6:23, Rasul Paulus tidak ragu-ragu dalam menjelaskan akibat akhir dari penyakit ini:
“Sebab upah dosa ialah maut...” (TB)
Kata “upah” mengacu pada apa yang kita peroleh berdasarkan perbuatan kita. Apa yang diperoleh setiap orang sebagai upah dosa? Maut. Hal ini jelas, tegas, sederhana, dan tak terbantahkan. Ini adalah hukum yang mutlak.
Kita membaca pengertian tambahan berikut dalam kitab Yakobus, pasal 1, ayat 13–15:
"Apabila seorang dicobai, janganlah ia berkata: "Pencobaan ini datang dari Allah!" Sebab Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun. Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya." (TB)
Dalam bagian ini, Yakobus dengan sangat hati-hati menutup kemungkinan untuk kita menyalahkan Allah atas kesalahan kita. Ia berkata, "Allah tidak dapat dicobai oleh yang jahat, dan Ia sendiri tidak mencobai siapa pun." Sebaliknya, ketika kita dicobai, keinginan kitalah—keinginan kita yang jahat—yang menarik dan membujuk kita ke dalam dosa. Seperti kutipan-kutipan sebelumnya, kita sekali lagi melihat prognosa dosa. Dalam ayat 15 pasal yang sama, Yakobus dengan jelas menjelaskan proses dosa, serta akibatnya yang tak terelakkan.
“Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.” (TB)
Di sini kita melihat bahwa proses dosa mengikuti suatu pola perkembangan. Ketika kita menyerah pada hawa nafsu kita—keinginan kita yang jahat—hal itu kemudian menghasilkan dosa. Ketika kita terus melakukan dosa, maka akan menghasilkan kematian. Penting bagi saya untuk memperingatkan Anda dengan sejujurnya bahwa kematian bukan hanya berbicara tentang berhentinya kehidupan jasmani. Kematian yang dibicarakan ayat ini juga dapat dipahami sebagai keadaan akhir dimana kita terpisah untuk selamanya dari Allah. Kematian rohani—suatu titik yang ketika dicapai mungkin tidak dapat diubah lagi.
Inilah proses dan perkembangan dari akibat dosa dalam kehidupan seseorang. Dimulai dengan menuruti hawa nafsu (yaitu keinginan yang jahat). Berserah pada hawa nafsu menghasilkan dosa. Kemudian dosa, jika dibiarkan, akan menghasilkan maut. Itulah prognosa dari dosa.
Beban Dosa
Sebelum kita membahas solusi yang dijanjikan di awal pengajaran ini, mari kita telaah satu lagi dampak dosa yang signifikan atas hidup kita—beban dosa.
Aspek dosa ini digambarkan secara jelas dalam kitab Mazmur oleh Daud. Meskipun ia seorang yang berhati benar, Daud tahu apa artinya jatuh dalam dosa besar. (Syukurlah, ia juga tahu apa artinya bertobat, kembali kepada Allah, dan menemukan belas kasihan-Nya.) Inilah yang Daud amati dalam kitab Mazmur 32:3-5:
"Selama aku berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya musim panas. Dosaku kuberitahukan kepada-Mu dan kesalahanku tidaklah kusembunyikan; aku berkata: "Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." (TB)
Kita semua dapat bersyukur kepada Allah atas pernyataan terakhir itu, bukan? "Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku." Namun perhatikan apa yang dialami Daud sebelum ia mengakui dosanya. Ia berkata, "tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh sepanjang hari. Sumsumku menjadi kering." Dosa memiliki dampak yang nyata atas seluruh keberadaannya.
Ketika berbicara langsung kepada Tuhan, Daud membuat pernyataan ini dalam kitab Mazmur 38, ayat 3-4:
”Tidak ada yang sehat pada dagingku oleh karena amarah-Mu, tidak ada yang selamat pada tulang-tulangku oleh karena dosaku; sebab kesalahanku telah menimpa kepalaku; semuanya seperti beban berat yang menjadi terlalu berat bagiku.” (TB)
Apakah Anda merasakan hal itu sekarang? Bahwa dosa Anda—rasa bersalah Anda—adalah beban yang terlalu berat untuk ditanggung? Kabar baiknya, ada jalan bagi Anda untuk dibebaskan dari beban rasa bersalah itu untuk selamanya.
Menemukan Belas Kasihan
Kita telah menelaah kenyataan dari dosa, prognosa dosa, dan beban dosa. Sekarang kita akan beralih kepada kabar baik—janji-janji pengampunan dari Allah. Dalam melakukannya, kita hanya akan melihat dua janji spesifik: satu dari Perjanjian Lama dan satu dari Perjanjian Baru.
Mari kita lihat terlebih dahulu kitab Amsal 28:13:
"Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung, tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi." (TB)
Kalimat pertama di atas sepenuhnya berlawanan dengan janji Allah kepada Yosua—yang telah dijelaskan pada bagian pertama dari seri pengajaran ini. Allah berfirman kepada Yosua, “Jika engkau melakukan apa yang Aku katakan, engkau akan berhasil dan beruntung.” Namun, seperti yang ditunjukkan oleh ayat ini, ada satu penghalang yang tak dapat diatasi untuk mencapai kemakmuran sejati. Dosa.
Dosa dapat menghalangi jalan menuju keberhasilan jika kita terus mempertahankannya—menolak untuk mengakuinya dan meninggalkannya. “Siapa menyembunyikan pelanggarannya tidak akan beruntung.” Harap ingatlah hal ini. Ini adalah peringatan yang sangat penting. Namun, mari kita juga ingat hasil positif yang dijanjikan: “tetapi siapa mengakuinya dan meninggalkannya akan disayangi.”
Dua Langkah Penting
Jelaslah, dari ayat Amsal ini kita melihat bahwa Allah menjanjikan belas kasihan kepada kita jika kita mengambil dua langkah penting. Apakah langkah-langkah itu? Pertama, mengaku dosa. Kedua, meninggalkan dosa. Allah mengharuskan kita dengan jujur mengakui dosa-dosa yang telah kita perbuat kepada-Nya.
Saya pernah bertemu beberapa orang yang entah bagaimana, memiliki kesan bahwa jika mereka tidak memberitahukan dosa-dosa mereka kepada Allah, Dia tidak akan pernah tahu! Tentu saja itu tidak masuk akal. Allah tidak meminta kita untuk mengakui dosa-dosa kita demi kepentinganNya, tetapi demi kepentingan kita sendiri.
Ketika kita mengakui dosa kita—ketika kita menyatakannya secara terbuka, dengan jujur dan rendah hati di hadapan Allah—kita membuka jalan bagi Allah untuk menangani dosa kita dan membebaskan kita darinya. Tetapi selama kita berpegang erat pada dosa itu dan berusaha menyembunyikannya, kita menolak proses penebusan Allah—pada dasarnya kita memisahkan diri dari belas kasihan-Nya.
Kedua, kita harus meninggalkan dosa kita. Kita harus melepaskannya. Kita harus berpaling darinya. Kita harus memutuskan untuk tidak hidup seperti itu dan tidak melakukan dosa semacam itu lagi. Ini adalah keputusan yang bulat. Kehendak kita jelas terlibat dalam transaksi dengan Allah ini. Jika kita tidak secara sengaja membuat pilihan untuk mengikuti jalan yang telah Allah tetapkan, maka kita tidak dapat mengalami belas kasihan Allah.
Berpegang Teguh pada Janji-Nya
Sekarang kita berbicara mengenai janji dalam Perjanjian Baru yang telah kita sebutkan sebelumnya. Kita menemukan janji ini dalam kitab 1 Yohanes, pasal 1, ayat 9:
“Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.” (TB)
Perhatikan kembali tuntutan Allah untuk mengakui dosa-dosa kita. Ketika kita memenuhi syarat tersebut, Alkitab menyebutkan dua kebenaran yang akan kita temukan tentang Allah. Pertama, Allah itu setia. Kedua, Dia adalah adil. Sangatlah penting bagi kita untuk memahami kedua kebenaran ini.
Allah setia mengampuni kita karena Dia telah berjanji untuk melakukannya. Dia tidak akan pernah mengingkari janji-Nya—jika kita memenuhi persyaratanNya. Allah juga adil untuk mengampuni kita, karena Dia telah menjatuhkan hukuman atas semua dosa kita kepada Yesus. Ketika Yesus tergantung di kayu salib dan mati di sana, Dia membayar penuh hukuman terakhir atas dosa seluruh umat manusia. Karena itu, jika kita memenuhi persyaratan Allah—jika kita mengaku dosa, bertobat dan kembali kepada Allah—kita membuka jalan bagi Allah untuk mengampuni kita sepenuhnya dan selamanya tanpa mengkompromikan keadilan ilahi-Nya.
Apa yang Harus Kita Lakukan?
Dalam menanggapi semua yang telah kita pelajari tentang sifat dosa dan janji pengampunan, apa yang harus kita lakukan? Izinkan saya menyimpulkan dengan sangat sederhana dan jelas untuk Anda. Kita harus mengambil tiga langkah. Pertama, kita harus mengakui dosa-dosa kita. Kedua, kita harus meninggalkan dosa-dosa kita. Kemudian ketiga, dengan iman kita harus menerima pengampunan Allah, percaya bahwa Allah akan melakukan apa yang telah Dia janjikan. Mengaku, meninggalkan, dan menerima.
Maukah Anda menanggapi kebenaran ini dengan melakukan langkah-langkah itu sekarang juga? Area dosa yang saat ini membebani dan menguras kekuatan rohani Anda, dapat menjadi masa lalu ketika Anda berdoa sebagai berikut:
*Prayer Response
Tuhan Yesus, aku mengakui dosa ini kepada-Mu—mengakui bahwa itu sungguh merupakan dosa di mata-Mu. Aku meninggalkan dosa ini sepenuhnya—berjanji saat ini juga bahwa aku akan meninggalkannya dan berhenti melakukannya. Sekarang, dengan iman di dalam-Mu, Yesus, aku menerima pengampunan-Mu yang menyucikan dosa. Amin.
Dengan berdoa seperti ini, Anda baru saja mengatasi salah satu rintangan terbesar untuk hidup dalam janji-janji Allah.
Kode: TL-L109-100-IND