Iman Sebagai Karunia Roh

Teaching Legacy Letter
*First Published: 2007
*Last Updated: Desember 2025
15 min read
Iman, yang dalam Perjanjian Baru ditinjau dari berbagai segi, selalu selaras dengan penjabaran yang disampaikan dalam Ibrani 11:1 “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat”. Meskipun demikian, sifat terpenting dari iman dapat dinyatakan dalam tiga bentuk yang berbeda namun saling berkaitan:
- Iman yang olehnya kita hidup.
- Iman sebagai karunia Roh;dan.
- Iman sebagai buah Roh.
Dalam pengajaran kali ini, kita akan meneliti bentuk yang kedua.
Sifat Karunia-Karunia Roh
Dalam I Korintus 12, yang membahas tentang karunia Roh Kudus, Paulus membuka pasal itu dengan mengatakan:“Sekarang tentang karunia-karunia Roh. Aku mau, saudara-saudara, supaya kamu mengetahui kebenarannya”. Kemudian dalam ayat 7-11 ia menyampaikan sembilan karunia yang berbeda:
Tetapi kepada tiap-tiap orang dikaruniakan penyataan Roh untuk kepentingan bersama. Sebab kepada yang seorang Roh memberikan karunia untuk berkata-kata dengan hikmat, dan kepada yang lain Roh yang sama memberikan karunia berkata-kata dengan pengetahuan. Kepada yang seorang Roh yang sama memberikan iman, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menyembuhkan. Kepada yang seorang Roh memberikan kuasa untuk mengadakan mukjizat, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk bernubuat, dan kepada yang lain lagi Ia memberikan karunia untuk membedakan bermacam-macam roh. Kepada yang seorang Ia memberikan karunia untuk berkata-kata dengan bahasa roh, dan kepada yang lain Ia memberikan karunia untuk menafsirkan bahasa roh itu. Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya.
Kata kunci untuk sifat yang menonjol dari semua karunia ini adalah manifestasi. Roh Kudus sendiri yang berdiam dalam diri orang percaya adalah pribadi yang tidak kasat mata. Namun, saat karunia-karunia ini bekerja melalui orang percaya, hadirat Roh Kudus dimanifestasikan secara nyata sehingga dapat ditangkap oleh indera manusia – dan mendatangkan hasil yang dapat dilihat, didengar atau diraba.
Karena karunia-karunia ini merupakan manifestasi yang bukan berasal dari kepribadian manusia, melainkan dari Pribadi Roh Kudus yang ada dalam diri orang percaya, maka semua karunia ini bersifat supranatural. Setiap manifestasi yang dihasilkan oleh karunia-karunia ini tingkatnya selalu lebih tinggi daripada hal-hal yang dapat kita lakukan dengan kemampuan kita sendiri. Hal ini dapat terjadi hanya karena Roh Kudus sendiri yang langsung bekerja secara supranatural. Melalui karunia-karunia ini, dan melalui diri orang percaya, Roh Kudus muncul dari alam yang tidak kasat mata untuk memberikan dampak langsung kepada alam jasmani yang terdiri dari ruang dan waktu.
Paulus menetapkan dua pokok penting yang praktis mengenai karunia-karunia ini. Pertama, karunia-karunia ini diberikan kepada orang percaya berdasarkan hikmat Roh Kudus saja, sesuai dengan tujuanNya yang penuh kedaulatan untuk setiap orang percaya. Kemauan atau prestasi manusia tidak dapat dijadikan dasar untuk menerima karunia-karunia rohani ini. Kedua, karuniakarunia ini diberikan – untuk sebuah tujuan yang bersifat praktis dan bermanfaat. Bob Mumford pernah mengatakan bahwa karunia-karunia Roh adalah alat, bukan mainan.
Kesembilan karunia ini sering dikatakan secara alami terbagi menjadi tiga golongan yang masing-masing terdiri dari tiga karunia, yaitu:
Tiga karunia perkataan
Karunia yang bekerja melalui alat-alat ucap orang percaya: nubuat, bahasa roh, dan menafsirkan bahasa roh.
Tiga karunia pewahyuan
Karunia yang menyampaikan pencerahan rohani: perkataan hikmat, perkataan pengetahuan, dan kemampuan membedakan bermacam-macam roh.
Tiga karunia kuasa
Karunia yang memperlihatkan kuasa supranatural Tuhan di alam jasmani: iman, karunia kesembuhan, dan karunia melakukan mukjizat.
“Milikilah ImanTuhan”
Karunia iman adalah karunia pertama dari tiga karunia kuasa. Karunia ini berbeda dari berbagai bentuk lain dari iman oleh karena karunia ini merupakan perwujudan supranatural Roh Kudus yang penuh kedaulatan yang bekerja melalui diri orang percaya.
Dalam Matius 21 dan Markus 11, kita mengetahui bahwa Yesus ketika dalam perjalanan menuju Yerusalem bersama murid-muridNya melihat sebuah pohon ara di tepi jalan. Yesus mencari buah dari pohon ara itu. Ketika Ia mendapati bahwa pohon itu sama sekali tidak ada buahnya, Ia pun mengutuk pohon itu dengan mengatakan. “Jangan lagi seorang pun makan buahmu selama-lamanya!” (Markus 11:14). Keesokan harinya, ketika melewati pohon itu lagi, para murid terkejut ketika melihat bahwa dalam waktu 24 jam pohon itu telah menjadi kering. “pohon ara yang Kaukutuk itu sudah kering” (Markus 11:21) dan Yesus menjawab, “Percayalah kepada Allah” (ayat 22). Ini adalah terjemahan yang biasa dipakai dalam Alkitab bahasa Indonesia. Namun, secara harfiah sesungguhnya Yesus mengatakan, “Milikilah iman Tuhan”. Iman istimewa yang kita bicarakan di sini adalah iman yang merupakan karunia roh. Iman ini berasal dari Allah, bukan dari manusia – iman ini merupakan salah satu segi dari sifat Allah yang kekal. Melalui karunia iman, Roh Kudus menanamkan secara langsung dan supranatural sebagian iman Tuhan kepada orang percaya. Ini adalah iman yang ada di tingkat ilahi, iman ini jauh berada di atas iman manusia, sejauh tingginya surga dari bumi.
Dengan mengatakan, “Milikilah iman Tuhan”, Yesus menantang para muridNya untuk menerima dan mempergunakan iman jenis ini, sebagaimana Ia sendiri telah melakukannya. Kemudian Ia juga mengatakan bahwa dengan iman jenis ini mereka akan mampu melakukan banyak hal:
“Aku berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu percaya dan tidak bimbang, kamu bukan saja akan dapat berbuat apa yang Kuperbuat dengan pohon ara itu, tetapi juga jikalau kamu berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! hal itu akan terjadi” (Matius 21:21).
Dalam Markus 11:23, Yesus berbicara mengenai iman jenis ini tidak hanya kepada para murid yang saat itu ada bersamaNya, tetapi dengan Ia memakai kata barangsiapa maka Yesus memberikan janjiNya itu kepada semua orang percaya:
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa berkata kepada gunung ini: Beranjaklah dan tercampaklah ke dalam laut! Asal tidak bimbang hatinya, tetapi percaya, bahwa apa yang dikatakannya itu akan terjadi, maka hal itu akan terjadi baginya”.
Yesus tidak “Milikilah ImanTuhan” memberikan batasan kepada jangkauan iman jenis ini. Perkataan yang dipakaiNya mencakup segala hal: "Barangsiapa berkata ... apa yang dikatakannya ... akan terjadi baginya." Sama sekali tidak ada batasan mengenai siapa yang berbicara atau perkataan yang diucapkannya. Satu-satunya hal yang penting adalah sifat dari iman itu: harus merupakan iman Tuhan sendiri.
Dalam Lukas 8:22-25 ketika Yesus dan para muridNya menyeberangi Laut Galilea dengan menggunakan sebuah perahu, mereka dikejutkan oleh badai besar yang datang secara tiba-tiba. Para murid membangunkan Yesus yang sedang tertidur di buritan, mereka berseru, “Guru, Guru, kita binasa!” Catatan di Lukas itu selanjutnya mengatakan, “Ia pun bangun, lalu menghardik angin dan air yang mengamuk itu. Dan angin dan air itu pun reda dan danau itu menjadi teduh”.
Jelas terlihat bahwa iman yang Yesus pergunakan di sini tidak berada di tingkat manusia. Berdasarkan hukum alam, angin dan air tidak tunduk kepada perintah manusia. Namun pada saat yang begitu mendesak tersebut, Yesus menerima iman Tuhan sendiri yang demikian istimewa. Kemudian, melalui perkataan yang diucapkan dengan iman itu, Ia berhasil melakukan sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh Tuhan - menghentikan angin ribut dalam sekejap mata.
Setelah itu Yesus bertanya kepada para muridNya, “Di manakah kepercayaanmu (imanmu)?” Dengan perkataan lain, “Mengapa engkau tidak bisa melakukan hal itu sendiri, sehingga tidak perlu Aku yang melakukannya?” Bukankah para murid dengan mudah juga dapat meredakan angin ribut itu semudah yang dilakukan Yesus - seandainya saja mereka mempergunakan jenis iman yang tepat? Namun pada saat terjadinya krisis itu, angin ribut telah membangkitkan rasa takut dalam hati para murid dan menyingkirkan iman mereka. Yesus, sebaliknya, membuka hatiNya kepada Bapa dan menerima dari Bapa karunia iman supranatural yang diperlukan untuk mengatasi angin ribut itu.
Kualitas Bukan Kuantitas
Tak lama kemudian, Yesus menghadapi angin ribut dalam bentuk lain – seorang anak laki-laki yang sedang mengalami kejang karena serangan penyakit ayan. Yesus menangani angin ribut ini dengan cara yang sama seperti ketika mengatasi angin ribut di Danau Galilea. Ia mengucapkan perkataan iman yang penuh kuasa, yang membuat roh jahat keluar dari anak itu. Ketika para murid bertanya mengapa mereka gagal mengusir roh jahat itu, Yesus menjawab mereka apa adanya, “Karena kamu kurang percaya”. LanjutNya lagi, “Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, - maka gunung ini akan pindah, dan takkan ada yang mustahil bagimu” (Matius 17:20).
Di sini, Yesus memakai biji sesawi sebagai ukuran kuantitas. Matius 13:32 menyatakan bahwa biji sesawi itu “paling kecil dari segala jenis benih.” Yesus mengingatkan kita bahwa bukan besarnya iman yang menjadi hal yang penting, melainkan mutu dari iman itu. Iman jenis ini sebesar biji sesawi saja sudah cukup untuk memindahkan gunung!
Menjelang puncak pelayananNya di muka bumi, di depan kuburan Lazarus, Yesus sekali lagi memperlihatkan kuasa perkataan yang diucapkan dengan iman jenis ini. Yesus berseru dengan suara lantang, “Lazarus, marilah keluar!” (Yohanes 11:43). Perintah singkat ini, yang ditenagai oleh iman supranatural, membuat seorang manusia yang sudah meninggal dan dikuburkan dapat berjalan keluar dari kuburnya, dalam keadaan hidup dan segar-bugar.
Iman jenis ini juga kita jumpai dalam proses penciptaan,
“Oleh firman Tuhan langit telah dijadikan, oleh nafas [Roh, arti harfiahnya] dari mulutNya segala tentaraNya …. Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah, maka semuanya ada” (Mazmur 33:6, 9).
Perkataan yang diucapkan Tuhan, yang ditenagai oleh Roh Kudus, merupakan alat yang efektif dalam seluruh proses penciptaan.
Saat karunia iman bekerja dalam diri seseorang, untuk sementara waktu orang ini menjadi saluran iman Tuhan sendiri. Orang yang mengucapkan perkataan iman bukan merupakan faktor yang penting – sebab yang penting adalah iman itu saja! Jika yang bekerja adalah iman Tuhan, maka suatu perkataan yang diucapkan langsung oleh Tuhan sendiri maupun yang keluar dari mulut seorang percaya melalui kuasa Roh Kudus akan tetap membuahkan hasil yang sama. Ketika seorang percaya mempergunakan iman ilahi ini perkataannya akan sama efektifnya dengan seandainya perkataan itu diucapkan oleh Tuhan sendiri.
Dalam semua contoh di atas, iman supranatural itu dinyatakan melalui perkataan yang diucapkan. Dengan mengucapkan suatu perkataan, Yesus membuat sebatang pohon ara menjadi kering, meredakan angin ribut, mengusir roh jahat keluar dari anak yang berpenyakit ayan dan memanggil Lazarus keluar dari kuburnya. Dalam Markus 11:23 Yesus menyampaikan janji ini kepada setiap perkataan yang diucapkan dengan iman, “Barangsiapa berkata …apa yang dikatakannya … akan terjadi baginya”.
Kadang-kadang perkataan yang diucapkan dalam doa dapat menjadi saluran untuk karunia iman. Dalam Yakobus 5:15 dikatakan “doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu”. Adakah keragu-raguan mengenai hasil dari doa yang disebutkan dalam ayat tersebut? Hasil dari doa itu sudah dijamin. Doa dengan iman yang berasal dari Tuhan ini tidak dapat dilawan. Tidak ada penyakit atau keadaan lain yang bertentangan dengan kehendak Tuhan dapat bertahan melawan doa semacam ini.
ini Yakobus mengacu kepada Elia yang dengan doanya, mulamula ia menahan hujan turun selama tiga setengah tahun, dan kemudian membuat hujan turun kembali (Yakobus 5:17-18). Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa tercurah dan tertahannya hujan adalah kewenangan ilahi yang hanya dapat dilakukan Tuhan sendiri (lihat Ulangan 11:13-17; Yeremia 5:24; 14:22). Meskipun demikian selama tiga setengah tahun Elia memakai kewenangan itu atas nama Tuhan. Yakobus menekankan bahwa Elia adalah “manusia biasa sama seperti kita” – seorang manusia yang tidak berbeda dengan kita semua. Namun, selama dia berdoa dengan mempergunakan iman Tuhan, perkataan yang diucapkannya menjadi sama efektifnya dengan ketetapan Tuhan sendiri.
Iman jenis ini tidak bekerja melalui perkataan saja. Ini juga adalah iman supranatural yang membuat Yesus dapat berjalan di atas air danau Galilea yang sedang diterpa angin kencang (lihat Matius 14:25-33). Yesus tidak perlu mengucapkan apa pun; Ia hanya langsung berjalan di atas air. Ketika Petrus mengikuti contoh Yesus dan memakai iman yang sama, ia juga mampu melakukan hal yang sama persis dengan yang sedang dilakukan Yesus – hal ini berlangsung sampai ia memalingkan mukanya dari Yesus dan melihat ke gelombang air – pada saat itulah iman tersebut hilang dan ia pun mulai tenggelam!
Teguran Yesus sungguh mendatangkan pengertian yang luar biasa. "Hai orang yang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?” (Matius 14:31). Yesus menegur Petrus bukan karena Petrus ingin meniru Yesus berjalan di atas air, melainkan karena di tengah jalan ia kehilangan imannya. Don Basham pernah mengemukakan bahwa ada suatu dorongan ilahi yang tertanam di setiap hati umat manusia untuk melangkah keluar dengan iman supranatural dan hidup dalam tingkatan yang berada di atas kemampuan manusiawi kita sendiri. Karena Tuhan sendiri sudah menempatkan dorongan ini di dalam diri manusia, Ia tidak memarahi kita jika kita mengikuti dorongan itu. Sebaliknya, Ia bersedia memberi kita iman yang akan memampukan kita melakukan hal itu. Tuhan hanya kecewa jika kita tidak cukup lama bergantung pada iman jenis ini.
TuhanTetapMemegang Prakarsa
Apabila iman supranatural diberikan dalam keadaan tertentu untuk memenuhi kebutuhan tertentu, iman itu terus berada di bawah kendali langsung Tuhan, sebab itu adalah iman Tuhan sendiri. Ia memberikan dan menahannya berdasarkan pertimbanganNya sendiri. Iman, seperti halnya semua karunia supranatural yang lain, oleh Paulus dikatakan demikian, “Tetapi semuanya ini dikerjakan oleh TuhanTetapMemegang Prakarsa Roh yang satu dan yang sama, yang memberikan karunia kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendakiNya” (1 Korintus 12:11). Kata kunci di akhir ayat itu – “seperti yang dikehendakiNya” – berarti Tuhan sendiri yang menentukan kapan dan kepada siapa Ia akan memberikan masing-masing karunia tersebut. Prakarsa pemberian karunia ada pada Tuhan, bukan manusia.
Kenyataan ini bahkan berlaku juga dalam pelayanan Yesus sendiri. Yesus tidak mengutuk semua pohon ara yang tidak menghasilkan buah, tidak meredakan setiap angin ribut, juga tidak memanggil semua orang mati untuk keluar dari kuburnya, dan tidak selalu berjalan di atas air. Yesus menjaga dengan saksama agar prakarsa itu senantiasa ada di tangan BapaNya. Di Yohanes 5:19 Yesus mengatakan, “Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri, jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya; sebab apa yang dikerjakan Bapa, itu juga yang dikerjakan Anak” (Lihat juga Yohanes 14:10). Prakarsa itu senantiasa berasal dari Bapa.
Kita harus belajar untuk sehormat dan sehati-hati mungkin dalam berhubungan dengan Bapa sebagaimana yang dilakukan Yesus. Karunia iman bukan hal yang dapat kita tuntut dari Tuhan. Karunia ini juga tidak dimaksudkan untuk memuaskan keinginan dan ambisi pribadi kita sendiri. Karunia ini diberikan berdasarkan pertimbangan Tuhan untuk menggenapi tujuan-tujuan yang berasal dari rencana kekalAllah sendiri. Kita tidak dapat dan tidak boleh merenggut prakarsa itu dari Tuhan.
Digambarkan sebagai “biji sesawi”, karunia iman itu serupa dengan dua karunia pewahyuan – perkataan hikmat dan perkataan pengetahuan. Hikmat memberikan arah; pengetahuan memberikan penjelasan. Untungnya, Tuhan yang mempunyai semua hikmat dan segala pengetahuan itu tidak memberikan semua hal tersebut sekaligus kepada kita. Namun, ketika kita memerlukan suatu arahan, Ia secara supranatural menyediakan “perkataan” hikmat - satu biji sesawi kecil dari seluruh perbendaharaan hikmatNya. Atau ketika kita memerlukan penjelasan, Ia menyediakan satu “perkataan” pengetahuan - satu biji sesawi kecil dari seluruh perbendaharaan pengetahuanNya. Demikian pula halnya dengan karunia iman. Tuhan mempunyai seluruh iman, namun Ia tidak memberikan semuanya kepada kita. Dalam keadaan tertentu, ketika kita memerlukan iman dengan tingkat yang lebih tinggi daripada iman kita sendiri, Tuhan menyediakan sebuah biji sesawi kecil dari seluruh perbendaharaanNya.
Perlengkapan untuk Penginjilan
Dari sudut pandang yang lain, sebagaimana sudah kita lihat sebelumnya, karunia iman berhubungan dengan dua karunia kuasa: karunia kesembuhan dan melakukan mukjizat. Dalam prakteknya, karunia iman sering berfungsi sebagai pemicu bekerjanya dua karunia tersebut. Kita melihat hal ini dalam pelayanan Filipus di Kisah Para Rasul 8:5-7:
Dan Filipus pergi ke suatu kota di Samaria dan memberitakan Mesias kepada orang-orang di situ. Ketika orang banyak itu mendengar pemberitaan Filipus dan melihat tanda-tanda yang diadakannya, mereka semua dengan bulat hati menerima apa yang diberitakannya itu. Sebab dari banyak orang yang kerasukan roh jahat keluarlah roh-roh itu sambil berseru dengan suara keras, dan banyak juga orang lumpuh dan orang timpang yang disembuhkan.
Pada tahap awal pelayanannya, Filipus mengusir keluar roh-roh jahat. Sebagaimana Yesus dalam Matius 17:17-20 dan di bagian Alkitab yang lain, Filipus melakukan hal itu dengan mengucapkan perkataan yang memakai karunia iman. Di tahap kedua pelayanannya, kedua karunia yang saling berhubungan yaitu karunia kesembuhan dan mengadakan mukjizat mulai bekerja. Hasilnya, berbagai mukjizat terjadi dan orang lumpuh serta timpang disembuhkan.
Rangkuman
Secara singkat kita melihat bahwa karunia iman merupakan satu dari sembilan karunia Roh Kudus (I Korintus 12:7-11), yang masing-masing merupakan manifestasi Roh Kudus yang berdiam dalam diri orang percaya dan bekerja melalui diri orang percaya itu. Dalam karunia iman, Roh Kudus untuk sementara waktu memberikan kepada kita sebagian dari iman Tuhan sendiri - iman yang berada di tingkat ilahi, yang jauh melebihi iman manusia. Bukan besarnya iman, melainkan kualitas atau mutunya yang penting, sebab satu “biji sesawi” saja dari iman jenis ini sudah cukup untuk memindahkan sebuah gunung.
Karunia iman sering bekerja melalui perkataan yang diucapkan (kadang-kadang diucapkan dalam doa). Dengan perkataan itu, Yesus membuat sebuah pohon ara menjadi kering, meredakan angin ribut, mengusir keluar roh jahat, dan membangkitkan Lazarus dari kematian.
membangkitkan Lazarus dari kematian. Iman jenis inilah yang memampukan Yesus dan juga Petrus berjalan di atas air laut yang bergelora. Tuhan sudah menanamkan dalam diri manusia sebuah dorongan untuk mempergunakan iman jenis ini dan Ia tidak akan memarahi kita apabila kita mempergunakannya. Sebagaimana diperlihatkan Yesus, prakarsa harus senantiasa tetap berada pada Tuhan. Semoga kita selalu menaati tantangan yang diberikan Yesus di dalam Markus 11:22, “Percayalah kepada Allah”, dan mempergunakan karunia iman secara bijaksana dan efektif.
Kode: TL-L059-100-IND









